Ma…jangan ghibahi aku, please!

Loading

“Ntah kenapa ya, anak gue tu payah banget, nakalnya kelewatan, jorok plus bau lagi, omongannya tu nyakitin bathin”. Seorang ibu berkata. Teman obrolannya pun menimpali, “lu masih untung jeng…anak gue, ya elaa, kalau gak buat rusuh di rumah, gak puas hatinya, sama tu kayak babenya, nurun kali ya, hahaha”.

Di sudut sana seorang anak kecil yang diceritakan ibunya tampak malu dan gusar hatinya sebab menjadi bumbu manis basa-basi orang tua yang bertemu tanpa topik diskusi yang jelas. Ia tak mampu berbuat apa-apa, dalam hatinya ia mengutuk keadaan dan ingin saja hilang seketika meninggalkan tempat itu, sebab ia merasa biang masalah dan pasti selanjutnya siapapun menerima informasi tentang dirinya itu akan melihat dengan kesan negatif.

Anda tahu dampaknya? Pikiran seperti itu akan membekas pada memorinya, dan setiap waktu diksi “nakal, jorok ataupun bau” akan terulang-ulang dalam dzikirnya, dan akhirnya akan ada magnet yang menariknya dengan kuat untuk mewujudkan itu semua, sehingga akhirnya ia benar-benar nakal, bau dan jorok sejati.

Ghibah, ya ghibah. Anda tahu ghibah? Rasul pernah menjelaskan bahwa ghibah adalah menyebutkan sesuatu hal yang terkait orang lain yang apabila ia mengetahui pembicaraan itu, pasti ia membencinya. Lebih dahsyatnya, ghibah ibarat memakan bangkai saudara sendiri yang sangat menjijikkan bagi kita.

Banyak mama-mama bila bersua mengadakan perlombaan ghibah berjama’ah, dan yang paling buruk justru yang dighibahi adalah anaknya sendiri ; yaitu darah, tulang dan dagingnya sendiri. Ishhh..sangat menjijikkan sekali, bagaimana mungkin ia sanggup memakan bangkainya sendiri. Sekeji binatang buas sekalipun, tak sanggup memakan bangkainya sendiri. Dan yang lebih parah, dengan melakukan itu maka Anda sesungguhnya telah merusak spikologis si anak.

Didiklah ia dengan kalimat motivasi, ajarilah ia dengan berpikir positif, bimbinglah ia dengan keteladanan. Maka kelak ia akan menyayangimu dengan tulus. Ketika ada beberapa orang tua mengadukan masalah anaknya yang “durhaka”, saya tak pernah serta merta memvonis anaknya lah yang bersalah, selalu saja setelah dirunut dari awal jalan kehidupan si anak, maka akan kita temui ada episode intimidasi bathin yang pernah diperoleh anak sebelum ia membalikkan keadaan itu pada hari ini.

Kekuatan kata-kata dapat menembus ruang imajinasinya, power sebuah kalimat dapat menggerakkan alam bawah sadarnya. Sehingga terlahirlah sebuah ungkapan, “satu peluru hanya dapat menembus satu kepala, tapi satu kata dapat menembus jutaan isi kepala”.

Stop bullying anak, stop ghibahi anak. Berikan haknya untuk dimuliakan, kelak ia akan memuliakanmu…

#salamcinta

sumber : https://umarmukhtar.home.blog/2019/08/16/ma-jangan-gibahi-aku-please/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous post Kapolres Binjai Pimpin Sertijab Dua Jabatan
Next post Belanja ke “Pajak” yuk!