Desak Pengesahan Perda Perlindungan Hak Adat, Masyarakat Adat Nusantara Kepung Gedung DPRD Sumut

Loading

Medan, Bnews.id – Ratusan warga yang tergabung dalam kelompok Masyarakat Adat Nusantara memadati gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara, Senin (28/10/2024) pagi. Massa mendesak dewan agar segera mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengakui secara resmi hak-hak masyarakat adat atas tanah, hutan, dan sumber daya alam yang telah mereka kelola turun-temurun.

Aksi unjuk rasa ini berawal dari maraknya kasus intimidasi terhadap masyarakat adat oleh sejumlah perusahaan besar di Sumatera Utara. Para pengunjuk rasa menuding bahwa perusahaan-perusahaan tersebut sering kali merampas lahan yang telah dikelola masyarakat adat selama bertahun-tahun demi kepentingan industri perkebunan dan perusahaan besar lainnya.

“Intimidasi dan perampasan tanah ini adalah masalah serius yang mengancam keberadaan masyarakat adat di Sumut. Kami kehilangan tanah leluhur yang sudah kami kelola secara turun-temurun,” ujar salah seorang peserta aksi dengan nada penuh emosi.

Menurut pengunjuk rasa, pengesahan Perda Masyarakat Adat menjadi langkah penting untuk memberikan perlindungan hukum yang konkret terhadap hak-hak masyarakat adat. Mereka berharap bahwa Perda ini nantinya dapat mengurangi tindakan intimidasi, perampasan tanah, dan berbagai bentuk kriminalisasi yang sering kali dialami masyarakat adat di Sumatera Utara.

“Kami mendesak DPRD Sumut segera mengesahkan Perda Masyarakat Adat yang telah dibahas sejak lama, namun hingga kini belum juga diputuskan. Kondisi ini menyebabkan masyarakat adat terus terpojok, dikriminalisasi, dan hidup dalam penderitaan,” seru seorang demonstran, sambil meminta seluruh pihak mendukung masyarakat adat dalam menghadapi berbagai bentuk ketidakadilan yang mereka alami.

Dalam orasinya, pengunjuk rasa juga menyoroti bahwa masyarakat adat kerap kali menghadapi kekerasan fisik dan psikis. Mereka mengaku intimidasi kerap dilakukan oleh orang-orang yang diduga kuat sebagai suruhan dari perusahaan. Para pelaku menggunakan tenaga keamanan atau pihak ketiga untuk mengusir masyarakat adat dari tanah mereka.

“Kami merasa tidak aman di tanah kami sendiri. Banyak di antara kami mengalami trauma karena intimidasi ini,” tambah salah satu peserta aksi dengan suara bergetar.

Pengunjuk rasa menegaskan bahwa satu-satunya cara melindungi hak masyarakat adat adalah dengan adanya Perda yang diterapkan secara komprehensif. Mereka mengharapkan Perda ini dapat memberikan jaminan hukum yang kuat, baik dalam hal mediasi, arbitrase, maupun peradilan, yang melibatkan tokoh adat serta pemerintah daerah.

“Kami butuh jalur hukum yang jelas, agar konflik-konflik seperti ini bisa diselesaikan secara damai tanpa ancaman intimidasi,” tegas orator aksi yang mengimbau agar Perda ini juga dilengkapi dengan sistem pengawasan ketat yang melibatkan masyarakat adat, pemerintah, dan aparat hukum.

Dalam aksi tersebut, Masyarakat Adat Nusantara menggelar ritual adat di depan pintu masuk utama gedung DPRD Sumut. Ritual tersebut dipimpin oleh seorang tokoh adat yang mengenakan ulos Batak, sejenis kain tradisional Batak. Dengan penuh khidmat, mereka membentangkan tikar putih yang di atasnya terdapat mangkuk berisi “aek sitio-tio” atau air putih, beberapa lembar daun sirih, dan kendi kecil berisi kemenyan yang dibakar.

Sang tokoh adat duduk bersila dengan khusyuk, memanjatkan doa dalam bahasa Toba, meminta Tuhan untuk mengetuk hati para wakil rakyat agar segera mengesahkan Perda yang dinanti masyarakat adat. Ritual ini menjadi simbol harapan dan doa agar hak-hak masyarakat adat segera mendapatkan pengakuan resmi dari negara.

Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Sumut, Aswin Parinduri, turut menyaksikan prosesi tersebut. Aswin yang saat itu mewakili pimpinan sementara DPRD Sumut, Rahmaddian Shah, berjanji akan menyampaikan aspirasi pengunjuk rasa untuk dibahas lebih lanjut.

“Kami terima aspirasi ini dan akan kami bahas segera. Namun, perlu dimaklumi bahwa dewan saat ini belum memiliki pimpinan definitif, sehingga kinerja kami belum maksimal,” kata Aswin sambil meminta pengunjuk rasa untuk bersabar.

Namun, tanggapan Aswin tersebut disambut dengan kekecewaan oleh para demonstran. Mereka menilai bahwa pihak DPRD Sumut terkesan mengabaikan Perda Masyarakat Adat yang sudah lama dibahas, namun hingga kini belum ada kepastian. Mereka menuntut DPRD Sumut untuk mempercepat proses pengesahan Perda tersebut, mengingat kajian kelayakan dan pembahasan telah dilakukan sejak lebih dari satu dekade yang lalu.

Unjuk rasa Masyarakat Adat Nusantara di DPRD Sumut ini menjadi sinyal kuat atas pentingnya pengakuan hak-hak masyarakat adat yang selama ini terabaikan. Desakan mereka merupakan upaya untuk mendapatkan perlindungan hukum yang nyata terhadap kekayaan alam dan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Sementara itu, pihak DPRD Sumut diharapkan segera merespons aspirasi ini dengan langkah konkret demi menjunjung tinggi hak masyarakat adat dan mencegah tindakan diskriminatif yang kerap kali mereka alami. (Fahmi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous post Ribuan Penonton Tumpah Ruah Pada Penutupan Kejuaraan Dankosek I Offroad Competition 2024
Next post Ade Putra Siregar Tegaskan Kliennya Korban Laka Lantas di Jalan Krakatau-Sutomo Medan